Kirim tulisan dan dapatkan kesempatan tulisanmu dipublish Selintas Media. Klik disini

Pernah Dengar Kisah Pertempuran 1942 Antara Jepang vs Belanda di Madiun? Ini Ceritanya

Lanud Iswahjudi 1948 - Foto bukan kejadian yang sebenarnya (KITLV)

Pada tanggal 6 Maret 1942, pusat pertahanan udara di Maospati diserang oleh Jepang dengan menggunakan pesawat pembom sebanyak 29 buah dan 7 pesawat pemburu cepat yang terbang rendah sambil menembaki kubu-kubu pertahanan Belanda baik yang ada di Maospati maupun di Kota Madiun. 

Pertahanan Belanda pun akhirnya pindah ke Caruban dengan maksud mempertahankan Kota Madiun dari luar. Belanda berpikir bahwa balatentara Jepang akan melewati Ngawi dan langsung menuju Maospati, tapi ternyata perhitungan itu keliru. Jepang tidak menuju Maospati, akan tetapi berbelok ke timur melewati Karangjati, Muneng, dan menuju Caruban.

Pasukan udara Belanda mencoba melawan 7 pesawat pemburu Jepang dengan menggunakan dua pesawat pemburu yang menggunakan sistem baling-baling. Namun salah satu pesawat tersebut meledak di udara karena mesinnya tertembak dan jatuh di ladang Desa Bibrik, sedangkan pesawat yang lain tertembak baling-balingnya lalu terjun kebawah dan masuk kedalam Bengawan Solo di daerah Kwadungan (Kab. Ngawi).

Pada hari yang sama Caruban penuh padat dengan serdadu yang siap tempur, pusat kekuatan ditempatkan di Desa Krajan dan Mejayan. Kendaraan-kendaraan perang berjejer di sepanjang jalan besar Caruban. Keesokan harinya Jepang berada di Desa Muneng untuk berkemah beberapa saat dan mengatur siasat peperangan, lalu pasukan Jepang menuju Desa Bangunsari dengan berjalan kaki. 

Di pertigaan jalan inti Desa Bangunsari, pasukan dipecah menjadi tiga jurusan untuk mengepung Caruban dari timur, utara, dan barat menggunakan taktik perang gerilya.

Pukul 19:00 Jepang menyergap musuh dengan jarak dekat, mereka menghemat peluru dan mesiu, senjata utama yang mereka gunakan adalah sangkur. Belanda yang belum siap mengatur pertahanan menjadi kocar-kacir, banyak korban berjatuhan, letusan senjata terdengar di berbagai penjuru. 

Mayat-mayat tentara bergelimpangan di mana-mana, di tengah jalan, di dalam parit, di serambi perumahan, di kamar mandi perumahan, di rumah makan, dan di muka toko-toko. Sebagian kecil rakyat Indonesia ikut pula menjadi korban akibat peluru-peluru yang nyasar.

Singkat cerita peperangan ini pun berhasil dimenangkan oleh pihak Jepang, mereka mendapat sambutan yang meriah dari segenap masyarakat Madiun dengan teriakan “Hidup Balatentara Jepang !”. Masyarakat berpikir bahwa Jepang telah menyelamatkan Indonesia dari kolonialisme, namun ternyata dikemudian hari Jepang menjajah lebih kejam dari apa yang telah dilakukan oleh Belanda. 

Keberadaan Jepang tak berlangsung lama, akhir Agustus 1945 para anggota BKR dan Penduduk Madiun mengepung Markas Kenpetai Madiun (sekarang Markas Korem Jl. Pahlawan) dan berhasil mengusir serta merebut persenjataan yang mereka miliki.

Kisah pertempuran antara Jepang melawan Belanda ini cukup jarang kita jumpai, apalagi pertempuran yang terjadi di Madiun dan sekitarnya. Dari cerita ini kita bisa membayangkan betapa menegangkan suasana kala itu, saat ada dua pihak yang sedang bertarung memperebutkan tanah kita dan sekaligus menjadikan tanah kita sebagai medan perang.


Sumber :
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Madiun. 1980. Sejarah Kabupaten Madiun.