Kirim tulisan dan dapatkan kesempatan tulisanmu dipublish Selintas Media. Klik disini

Bukan dengan Penjarahan, Dahulu Rakyat Madiun Berhasil Memukul Mundur Jepang dengan Desakan


Ilustrasi suasana Jalan Pahlawan saat terjadi pengepungan (Gemini AI)

Akhir Agustus 2025 menjadi hari-hari yang panjang bagi bangsa Indonesia, banyak peristiwa tak terduga terjadi. Mulai dari pembakaran hingga penjarahan, peristiwa itu menodai kesucian aksi demonstrasi rakyat Indonesia yang menuntut perbaikan pengelolaan bangsa yang dinilai mulai serampangan dan tak berpihak kepada rakyat. Namun apapun itu, pembakaran dan penjarahan tetaplah suatu hal yang tak dapat dibenarkan.

Dalam catatan sejarah pasca kekalahan Jepang terhadap tentara sekutu, pernah terjadi pengepungan Markas Kenpetai (tentara Jepang) Madiun yang terletak di Jl. Pahlawan Kota Madiun (sekarang menjadi Korem 081/Dhirotsaha Jaya) pada akhir Agustus 1945 oleh penduduk sekitar beserta anggota BKR (Badan Keamanan Rakyat) Kabupaten/Kota Madiun.

Persitiwa ini bermula saat penduduk di sekitar kota menerima berita dari mulut ke mulut bahwa pada awal bulan September 1945 akan mengadakan penyerbuan ke Markas Kenpetai untuk merampas berbagai jenis senjata militer Jepang yang dipersiapkan akan diangkut ke Surabaya untuk diserahkan kepada tentara sekutu.

Hingga akhirnya pada akhir Agustus 1945 mulai pukul 14:00 WIB penduduk setempat bersama anggota BKR datang berduyung-duyun untuk mengepung markas tersebut. Waktu semakin sore dan penduduk terus berdatangan, pukul 16:00 WIB para pemimpin BKR memasuki gedung markas untuk mengadakan perundingan, sedangkan halaman markas dijaga ketat oleh pasukan Jepang berlapis dua yang bersenjata berat.

Salah seorang pemimpin BKR, Djoko Sujono dengan tegap mondar-mandir di sekitar halaman dengan berseragam PETA menyandang sebilah katana (pedang samurai) dan di tangan kanannya menggenggam sepucuk revolver yang siap ditembakkan. Ia terus meneriakkan pekik, “Hidup ! Merdeka !” beserta aba-aba. “Jangan menembak ! Taati segala perintah ! Aturlah baik-baik barisanmu ! Sekali lagi jangan menembak ! Taati segala perintah !”. Anggota BKR dan penduduk setempat yang membawa berbagai senjata tajam dan bambu runcing saling merapatkan barisan dan benar-benar disiplin menaati segala perintah.

Pada waktu maghrib tiba, datanglah Bupati Madiun Raden Tumenggung Ronggo Kusnindar yang berpakaian jawa dengan pengawalan beberapa pimpinan BKR, menaiki mobil sedan hitam memasuki halaman gedung markas untuk melakukan perundingan, penduduk yang mengepung markas tersebut sudah tidak sabar lagi dan berteriak, “Ayo Kanjeng Bupati, segera masuk !”. Saat Bupati diwawancarai oleh tentara Jepang penjaga gedung, tiba-tiba mobil yang ditumpanginya bergerak maju karena didorong oleh para pemuda, kejadian ini tidak mengakibatkan pertumpahan darah.

Setelah satu setengah jam berunding, Bupati Kusnindar muncul ditengah-tengah masyarakat pengepung untuk memberikan penjelasan bahwa perdamaian telah tercapai dengan baik. Markas Kenpetai beserta isinya diserahkan kepada pihak BKR, personil militer Jepang yang berada di gedung markas itu diwajibkan untuk segera meninggalkan markas tanpa membawa senjata menuju pemusatan tentara Jepang lainnya di Markas Bosbow Jl. Diponegoro. 

Pada akhirnya pukul 20:00 WIB markas tersebut berhasil dikuasai oleh BKR dan rakyat Madiun. Penguasaan atas gedung itu diserahkan kepada Letnan Kolonel Sumantri sebagai pimpinan BKR Madiun.

Ternyata dalam situasi seperti itu rakyat Madiun lebih memilih untuk mengepung dan berunding, bukan dengan jalan penjarahan. Dan pada akhirnya tujuan dapat tercapai dengan pertumpahan darah.

Sumber :
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Madiun. 1980. Sejarah Kabupaten Madiun.