Kondisi Pahlawan Street Center Pada Masa Kolonial Belanda Tahun 1918-1942
| Residentslaan Sekitar tahun 1900 |
Pahlawan Street Center adalah Jalan utama dikawasan Kota Madiun, di masa lalu tepatnya di era Kolonial Belanda. Jalan yang saat itu bernama Residentslaan menjadi jalan utama, di dalam buku yang berjudul “Nederlandsch-Indische Wegverkeersbepalingen En Het International Automobiel Verdrag Van Parijs Van 24 April 1926 (Peraturan lalu Lintas Hindia Belanda dan Hasil Kovensi Otomotif Internasional di Paris pada 24 April 1926)” yang diterbitkan pada tahun 1933.
Dijelaskan bahwa status Jalan Residentslaan menjadi jalur utama dengan ditetapkan oleh Pemerintah Kolonial melalui keputusan pemerintah yang dimulai pada tanggal 25 Agustus 1933 no. 24 ayat (2) tentang “Lalu Lintas Jalan” yang disetujui dan ditetapkan sebagai jalan lalu lintas utama, jalan-jalan di wilayah Jawa dan Sumatra bahwasanya wilayah Madiun termasuk Jalur selatan yang menjadi penghubungkan rute dari Tanjung Priok - Jakarta – Bogor – Bandung – Cilacap dan Kertosono – Jombang – Surabaya hingga Tanjung Perak.
Sedangkan di dalam wilayah Madiun yang menjadi rute perjalanan dari Tajung Priok hingga Tanjung Perak meliputi Madioenbrug (sekarang menjadi Jembatan Manguharjo Kota Madiun) - Magetanstraat (sekarang menjadi Jalan Kolonel Marhadi) - Aloon-aloon Zuid (sekarang menjadi jalan Kolonel Marhadi, Kota Madiun) - Nangkingstraat (sekarang menjadi jalan Panglima Soedirman dan jalan Bogowonto Kota Madiun) – Residentslaan (sekarang menjadi Jalan Pahlawan atau Pahlawan Street Centre, Kota Madiun) — Kediristraat (sekarang menjadi jalan Yos Sudarso Kota Madiun) - Brug Piring (jalan raya Nglames Kabupaten Madiun).
Sebagai Jalan utama yang menjadi lintas daerah, Jalan Residentslaan memiliki peran yang stategis dalam pembangunan Wilayah Madiun hingga terbentuknya Gemeente Madiun, datangnya dan menetapnya serta berkuasanya orang Belanda di Madiun berasal dari kawasan ini. Penamaan Jalan Residentslaan ini dilatarbelakangi oleh berdirinya Residen Belanda. Rumah residen adalah bangunan yang tidak berpendopo seperti rumah bupati tetapi teras depan dibuat luas dan pilar-pilar merupakan ciri dari gaya bangunan Indische Empire. Aula atau ruang pertemuannya dihiasi dengan potret raja atau ratu Belanda sehingga dari berdirinya rumah residen ini maka jalan yang menjadi salah satu rute jalur selatan ini menjadi diberi nama Residentslaan.
Andrik Supriyanto menjelaskan Bangunan-bangunan yang dibangun di sepanjang Residentslaan antara lain adalah blokhuis atau Benteng (Sekarang kompleks masjid dan perumahan kepolisian), Pasar Spoor, Residenthuis (Rumah dinas Kepala Bakorwil I Madiun), Societeit Constanta (Markas Kodim 0803 Madiun), Rumah Assistant Residentwoning (Markas Korem DsJ 081 Madiun), Postkantoor (pertokoan milik Korem DsJ 081), Tennisterrein (Pahlawan Business Center), Stadstuin (Taman Makam Pahlawan), Werksplaats Burgerkij Openbare Werken atau Waterstraat (Kantor UPT Pengelolaan Jalan dan Jembatan Bina Marga Madiun), Assistant Resident Kantoor (Pizza Hut dan Inul Vizta Kota Madiun, sempat dijadikan Kantor PLN), Raadhuis (Balaikota Madiun), Controlir dan Vendumeester Kantoor (Madiun Plaza, sebelumnya Markas Corps Polisi Militer), Hotel Van Berensteijn / Van Dijk (Hotel Merdeka), Hotel La Residence, Gemeente Schouwburg atau City Theater (Lawu Plaza), Theosofie Loge (Sempat menjadi Kantor Radio Republik Indonesia) dan Gouv. Telefon Kantoor (Kantor Telkom Kota Madiun). Dengan adanya bangun tersebut menjadikan Kawasan ini menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi masyarakat di Kota Madiun, bisa dikatakan kawasan Residentslaan ini menjadi pusat Kota Madiun.
Jalan Residentslaan Kota Madiun menjadi jalan utama dan penghubung wilayah antar kota dan antar provinsi sehingga jika terjadi permasalahan seperti banjir akan mempengaruhi aktivitas ekonomi. suatu ketika di tahun 1932 Jalan Residentslaan tergenang air akibat banjir, hal ini dipengaruhi oleh meluapnya sungai bengawan Madiun. membuat sebagian kawasan Kota Madiun terendam air, kawasan Residentslaan terendam banjir sedalam satu hingga satu setengah meter, akibatnya pabrik Rejoagung terendam banjir dan lalu lintas antara Madiun - Surabaya ditutup total.
Banjir di Madiun pada tahun 1917 |
Adanya peristiwa banjir itu pemerintah kota membangun drainase untuk mengatur jalannya air dengan cara melakukan normalisasi dan pembangunan saluran air di Sumber Umis (sekarang menjadi sumber wangi). Pekerjaan ini menggunakan dana hibah dari pemerintah Kota Madiun, diantaranya membuat pipa drainase, pipa drainase penting untuk saluran ketika hujan ketika hujan turun. Langkah-langkah lain juga diambil oleh Pemerintah Kota yaitu meningkatkan kebersihan kampung-kampung dan memperbaiki beberapa jalan kampung. Selain itu pemerintah juga membuat sebuah gorong-gorong yang dibangun di bawah Jalan Residentslaan untuk drainase air hujan di kompleks kampung Patoman
Selain Banjir, Residentlaan mengalami kemacetan karena jalan ini menjadi akses transportasi aktivitas warga di sekitar kota Madiun, Jalan ini dilewati berbagai kendaraan seperti cikar, mobil, sepeda hingga pejalan kaki. Pada tahun 1939, Jalan Residentslaan mengalami kemacetan karena aktivitas warga begitu padat, para pejalan kaki kerap berjalan di jalur kendaraan dan tidak menggunakan trotoar sehingga polisi menerapkan aturan yang ketat untuk mengatur lalu lintas dikawasan residenslaan, aturan ini diantaranya memberlakukan jalan satu arah dan mengatur pejalan kaki untuk menggunakan trotoar serta mengatur kendaraan cikar yang melaju di Jalan Residenslaan sehingga membuat Jalan Residentslaan macet, kemacetan ini diperparah dengan belum selesainya proyek rambu-rambu lalu lintas di kawasan Jalan Residentslaan
Oleh : Septian D. Kharisma, S.Pd / Instagram @septian_d_kharisma
Join the conversation